
Majunya kerajaan – kerajaan yang bercitra “melayu” dikawasan sumatera-malaya kiranya amat terkait dengan ramainya perniagaan dan pelayaran yang terjadi disana sepanjang sejarah. Hubungan saling berkepentingan itulah yang memungkinkan berkembangnya himpun sastra melayu yang berpusat diberbagai tempat . Diluar kawasan sumatera-malaya tersebut, kelompok-kelompok orang penduduk budaya melayu pun bermigrasi dan membentuk koloni keberbagai daerah ke melayuan yang mereka bawa adalah bahasa,sastra, dan bentuk-bentuk seni pertunjukan tertentu, khususnya yang termasuk kedalam keluarga tari dan musik zapin, koloni Melayudi Bima, sumbawa, yang konon berasal dari minang kabau dengan perantaraan kerajaan Bowa-Tallo di sulawesi selatan, merupakan “Guru Agama” bagi keluarga Sultan Bima, mereka pun dapat dianggap sebagai pembentuk sastra Melayu Bima yang dikembangkan di istana sultan.
Sebagai lingua franca itu, persebarannya tampak meliputi seluruh daerah pantai ditepian lautan, pedalaman, Indonesia. Bahasa melayu bahkan kadang-kadang masuk sebagai instruksi kedalam sastra daerah lain, seperti dalam sastra jawa dan sastar sunda. Bahasa Melayu pun dapat menjadi “Benih” bagi identitas suatu kelompok etnik baru seperti orang Betawi (dari Batavia) didaerah Jakarta. Dalam hal ini, disamping faktor perdagangan dan pelayaran, faktor lain yang amat berpengaruh terhadap pembentukan kelompok-kelompok etnik baru itu adalah politik pemerintah kolonial Belanda.