o

Sejarah Kerajinan Batik Riau

Sejarah Kerajinan Batik Riau, batik mulai pada masa kejayaan Kerajaan Daik Lingga dan Kerajaan Siak. Pada saat itu dikenal suatu kerajianan  dikalangan bangsawan istana dalam bentuk kerajinan “Batik Cap”. Cap terbuat dari perunggu yang berisi motif-motif. Setiap cap memiliki motif yang berbeda  satu sam lain. Untuk membuat batik cap, terlebih dahulu alat cap dicecahkan pda bahan pewarna, kemudian dicapkan pada bahan dasar kain sehingga motif yang sudah ada bahan pewarna tadi akan pindah ke kain. Zat pewarna yang dipakai biasanya bewarna kuning atau perak, sdangkan kain dsar yang dipergunakan adalah bahn sutera atau bahan halus lainnya yang biasanyabewarna hitam (gelap). Motif yang dipaki tidak jauh berbeda dengan motif-motif pada kerajinan Tekat.

Beberapa waktu kemudian, batik cap ini berubah menjadi “Telepuk”. Cap dibuat dari bahan kayu lembut yang diukir sesuai motif. Untuk ha-hal tertentu dapat Pula cap ini dibuat dari buah-buahan yang keras seperti halnya kentang. Hal ini tentulah hanya untuk sekali pakai dan tidak permananen adanya, dan motif yang dibuat terbatas pada ukuran bahan yang digunakan.

Sejalan dengan berakhirnya masa pemerintahan raja-raja, maka berakhir pulalah keberadaan batik cap atau pun telepuk ini sampai beberapa masa kemudian.

Untuk menghidupkan kembali kerajinan bakti tersebut, Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 1985 telah mencoba menggali kembali dan menumbuhkembangkan baik dengan memberikan pelatihan membatik kepada masyarakat. Namun, batik yang dikembangkan bukan batik cap sebagaimana tersebut diatas, melainkan batik yang mempunyai kesamaan dengan batik Jawa yang menggunakan Canting, tetapi motif yang dipergunakan adalah murni motif Melayu Riau

Dari pelatihan tersebut berkembang tiga perajin batik di Provinsi Riau/Pekanbaru yaitu :
1.Ibu Sudirah dengan usaha nama bernama Batik Lancang Kuning (Batik Tulis)
2.Ibu tanjung dengan usaha bernama Batik Tanjung Sari (Batik Tulis)
3.Ibu Yuliar Rofa’i dengan usaha bernama Batik  Selerang (Batik Printing)

Disamping itu, Dekranasda Provinsi Riau pada tahun 1998 dengan ketuanya Ibu Hj. Titiek Murniati Soeripto, juga telah mengembangkan batik, yang pada saat itu memproduksi batik printing. Kemudian, pada tahun 2003 dibawah kepemimpinan Ibu Hj. Mardalena Saleh, Dekranasda Provinsi Riau mengembangkan batik dengan produksi Batik Cap. Dalam perkembangannya, batik ini diebut  Batik Riau, karena prosesnya tidak berbeda dengan batik-batik dari jawa, sehingga batik ini kembali terlupakan.

Pada tahun 2004 melalui Ketua Dekranasda Provinsi Riau, Ibu Dra.Hj Septina Primawati Rusli, MM, dibangkitkan kkembali kerajinan batik dengan menggunakan pola baru pada desain sehingga kelihatan khas batik Riau. Batik ini memiliki perbedaan dengan batik lainnya. Oleh Ketua Dekranasda Provinsi Riau yaitu H. Encik Amrun Salmon, dibuatlah percobaan demi percobaan yang akhirnya dapat menghasilkan suatu pola baru dengan membuat batik tulis/colet berpola. Pola yang dipakai mengambil ilham dari tabir belang budaya melayu Riau yang bergaris memanjang dari atas kebawah dengan motif-motif Melayu yang ada. Motif ini terutama terdapat pada tabir pelaminan Melayu Riau. Dari motif-motif yang ada ini pula dikembangkan menjadi sebuah motif yang baruyang diberi nama sesuai aslinya. Dari pengembangan motif tradisional yang ada diciptakan motif baru yang tak lari dari akarnya, yaitu antara lain : Bungo Kesumbo, Bunga Tanjung, Bunga Cempaka, Bunga Matahari, Kaluk Berlapis, dan lain-lain. Batik Riau ini tumbuh berkembang dan diberi nama “Batik Tabir”.

Sumber : Khazanah Kerajinan Melayu Riau

ADD COMMENT